Teori Hak Dan Kewajiban
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu:
Dr. Khotib Sholeh, M.Ag
Disusun oleh :
Kelompok III
Fini Kartikawati (15053008)
Helda Nur Afikasari (15053009)
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nya dalam
penyelesaian tugas makalah ini dalam bidang studi Fiqh Muamalah Kontemporer
dengan tema “Teori Hak dan Kewajiban”
Makalah ini disusun untuk dijadikan
sebagai salah satu buku panduan bagi mahasiswa dan mahasiswi khususnya dalam
mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer supaya mengetahui tentang Teori Hak dan
Kewajiban.
Atas semua ini
kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak H. M.
Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Dr. Khotib
Sholeh, M.Ag, selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Fiqh Muamalah
Kontemporer, dan tak lupa kepada teman-teman yang sudah mendukung dan membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah
sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Lamongan, 15 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
C.
Tujuan
....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Hak ................................................................................... 2
B.
Pembagian
dan Macam-Macam Hak ........................................................ 3
C.
Sumber-Sumber
Hak ................................................................................ 6
D.
Akibat
Hukum Suatu Hak ........................................................................ 6
E.
Pelanggaran
Penggunaan Hak .................................................................. 7
F.
Kewajiban
................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehiduan manusia.
Ketika mereka berhubungan dengan oang lain, maka akan timbul hak dan kewajiban
yang akan mengikat keduanya. Misalnya dalam jual beli, ketika kesepakatan telah
tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban. Yakni hak pembeli untuk menerima
barang, dan kewajiban penjual untuk memberikan barang, serta hak penjual untuk
menerima uang dan kewajiban pembeli untuk memberikan uang.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang teori hak dan kewajiban yang menguraikan
tentang konsep hak dan kewajiban, pembagian dan macam-macam hak, akibat hukum
suatu hak, pelanggaran hak dan kewajiban.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar hak?
2. Apa saja pembagian dan macam-macam
hak?
3. Apa sumber-sumber hak?
4. Apa akibat hukum suatu hak?
5. Apa pelanggaran penggunaan hak?
6. Apa yang dimaksud dengan kewajiban?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar hak
2. Mengetahui pembagian dan macam-macam
hak
3. Mengetahui sumber-sumber hak
4. Mengetahui akibat hukum suatu hak
5. Mengetahui pelanggaran penggunaan
hak
6. Mengetahui yang dimaksud dengan
kewajiban
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Hak
Dalam
kehidupan manusia hak dan kewajiban merupakan dua sisi yang saling berkaitan
dan timbal balik dalam sebuah traksasi. Hak salah satu pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak
lain, dan sabaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi yang lain.
Keduanya secara syari’ah sama-sama diakui.
Secara
etimologi kata hak dari bahasa arab “haqq” yang mempunyai berbagai pengertian
dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara lain bermakna “kepastian” atau
“ketetapan” atau “kebenaran”.
Pengertian hak secara terminology
atau syari’at yang diugkapkan oleh Zuhaily (1989:9) Juz IV mengungkapkan
pengertian hak dengan mengemukakan pendapat para ulama hak menurut ulama
kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh untuk
dimiliki secara syar’i.[1]
Menurut
Mustafa Ahmad Zarqa, hak adalah sebuah keistimewaan yang dengannya syara’
menetakan sebuah kewenangan (otoritas) atau sebuah beban (taklif). Pendapat
lain dikemukakan oleh Suhendi bahwa hak secara umum ialah sesuatu ketentuan
yang digunakan oleh syari’at untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban
hukum.
Pengertian
hak sama dengan arti hukum dalam dalam istilah ahli Ushul yaitu sekumpulan kaidah
dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia
dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.[2]
B. Pembagian dan Macam-Macam Hak
Pembagian menurut pendapat ulama’
ahli fiqh mengemukakan macam-macam hak, diuraikan secara terperinci sebagai
berikut :
1. Pembagian hak
Hak dilihat dari sudut pemilikan hak dibedakan dengan pembagian sebagai
berikut dibawah ini :
a. Hak Allah/Ilahiyah, adalah seluruh
bentuk atau usaha yang dapat mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah.
b. Hak Insaniyah/Adami, adalah hak-hak
yang dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan seseorang.
c. Hak Bersama/Musytarakah, persekutuan
hak antara hak Allah dan hak anak adam (hak manusia).[3]
Hak ditinjau dari segi
obyek dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Hak atas harta (Haqq Al-Maliyah)
ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda, hak
orang yang menyewakan terhadap penyewa atas benda yang disewakannya.
b. Hak yang tidak terkait dengan benda
(Haqq Ghair Maliyah), misalnya hak qishas, hak wanita atas tolak karena
suaminya tidak memberikan nafkah.
Hak yang terkait dengan benda (haqq ghair
mali), terbagi atas dua bagian yaitu :
1) Hak perorangan (Hak
As-Syakhshiyah), ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang
terhada orang lain. Misalnya, hak seseorang atas hutang, hak seorang penitip
atas barang yang dititipkan.
2) Hak ‘aini adalah hak orang
dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua, yaitu kewenangan yang
ditetapkan oleh syari’at untuk seseorang atas benda, seperti hak milik.
Hak ‘aini dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Hak ‘aini ashli ialah adanya
wujud benda tertentu. Seperti hak milkiyah.
b) Hak ‘aini thab’i ialah
jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang
berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin
berhak menahan barang itu.[4]
2. Macam – Macam Hak
Sedangkan hak harta benda (haqq
‘aini) ada bermacam-macam sebagai berikut dibawah ini :
a. Hak Milik (Haq Al-Milkiyah)
ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Bole dia menggunakan,
mengambil manfaat, menghabiskannya, merusaknya, dan membinasakannya, dengan
syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b. Hak Guna (Haq Al-Intifa’)
ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya, yaitu hak
menggunakan harta benda orang lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh
syari’at.
c. Harta atas gadai (Haq Al-Istihan)
ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan
d. Hak menahan suatu benda (Haq
Al-Ihtibas) ialah hak menahan sesuatu benda.
e. Hak menetap (Haq Qarar) atas
tanah wakaf.
f. Hak kemanfaatan atas benda tidak
bergerak (Haqq Al-Irtifaq) ialah hak yang berlaku atas suatu benda yang tidak
bergerak untuk kepentingan benda yang tidak bergerak milik pihak lain.
Hak ditinjau dari sudut segi murni dan tidak murni, dibedakan
menjadi sebagai berikut :
a. Hak Murni (Haqq Mujarrad) adalah hak
murni yang tidak meninggalkan bekas aabila digugurkan dengan perdamaian atau
pemanfaatan, misalnya dalam persoalan utang, jika pemberi utang menggugurkan
utang tersebut dalam pengertian tidak menuntut pengembalian utang tersebut,
maka hal itu tidak memberikan bekas sedikitun bagi yang berutang.
b. Hak Tidak Murni (Haqq Ghairu
Mujarrad) adalah suatu hak yang apabila di gugurkan atau di maafkan
meninggalkan bekas kepada orang yang di maafkan, misalnya dalam hak qishas.
Apabila ahli waris dari keluarga terbunuh memberikan maaf kepada pembunuh yang
tadinya berhak dibunuh menjadi tidak berhak lagi. Hal ini berarti yang tadinya
halal dibunuh menjadi haram karena dimaafkan dari ahli warisnya. Inilah yang
dimaksud dengan berbekas atau berpengaruh pada yang di maafkan.
Hak dilihat dari sudut
finansial dan non finansial sebagai berikut :
a. Hak finansial adalah hak yang
terkait dengan harta dan kemanfaatan, hak yang objeknya berupa harta atau
manfaat. Seperti seorang penjual atas harga barang (uang) dan embeli atas objek
transaksi (rumah, mobil).
b. Hak non finansial adalah hak yang
terkait dengan sesuatu selain harta, seperti hak qishas, hak untuk bebas, hak
wanita untuk talak karena tidak diberi nafkah.[5]
Hak bila ditinjau dari
kewenangan pengadilan dan kewenangan hakim dibedakan menjadi :
a. Hak yang tidak dapat dicampuri oleh
kekuasaan (Haqq Ad-Diyani) adalah hak-hak yang pelaksanaannya tidak dapat
dicampuri oleh kekuasaan negara atau kehakiman. Misalnya dalam hal hutang atau
transaksi lainnya yang tidak dapat dibuktikan di depan pengadilan.
b. Hak kekuasaan kehakiman (Haqq
Al-Qadlai) adalah seluruh hak yang tunduk di bawah aturan kekuasaan kehakiman
sepanjang pemilik hak tersebut mamu menuntut dan membuktikan haknya di depan pengadilan.
C. Sumber – Sumber Hak
Sumber – sumber hak itu ada lima
yaitu :
1. Syari’at, seperti ibadah yang
dierintahkan
2. Akad, seperti jusl beli, hibah,
wakaf dalam pemindahan hak milik
3. Kehendak pribadi, seperti nazar dan
janji
4. Perbuatan yang bermanfaat, seperti
melunasi utang dan kredit orang lain
5. Perbuatan yang menimbulkan mudharat
pada orang lain, seperti mewajibkan orang membayar ganti rugi akibat kelalaian
menggunakan hak milik orang lain.[6]
D. Akibat Hukum Suatu Hak
Dalam
islam ditentukan prinsip-prinsip hak baik yang berkaitan dengan pelindungan hak
sesuai dengan azas keadilan. Dalam keadilan diperlukan kekuatan dan kekuasaan
dalam memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap pemilik hak
boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan
hak, maka pemilik hak dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi yang sepadan
dengan haknya.
Disisi
lain islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya
sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat islam.
Atas dasar prinsip ini pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk
bermaksiat, seperti menghamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam
pandangan islam perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang
berdosa.
Penggunaan
hak secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap
kepentingan orang lain atau masyarakat umum, dalam hukum islam disebut ta’assuff
isti’ malil haqq.
Beberapa alternative tindakan
apabila ta’assuff isti’ malil haqq benar-benar terjadi :
1. Menghilangkan atau melenyapkan
segala hal yang nyata telah menimbulkan madlarat kepada pihak lain, misalnya
dengan menghentikan pembangunan atau merobohkan bangunan yang menghalangi pihak
tetangga menggunakan haqq al-irtifaq mereka.
2. Membayar ganti atau konpensasi
(denda) sepadan dengan kerugian atau risiko yang diakibatkan oleh perbuatan ta’assuff
isti’ malil haqq.
3. Memberlkukan sanksi hukuman (ta’zir).
4. Mengambil tindakan paksa terhadap
pelaku untuk melakukan sesuatu agar kerugian atau resiko yang ditimbulkan cepat
berakhir. Misalnya memaksa pelaku ihtikar menjual barang yang
ditimbunnya.[7]
E. Pelanggaran Penggunaan Hak
Dalam
ajaran islam masalah ta’assuff isti’ malil haqq merupakan perbuatan yang
tercela/haram, hal ini didasarkan pada dua pertimbangan :
1. Pada prinsipnya kebebasan dalam
Islam tidak bebas secara mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab,
yaitu kebebasan yang disertai hk dan tanggung jawab atas terpeliharanya
kepentingan orang lain. Pelaksanaan kebebasan secara mutlak menimbulkan
konsekwensi melanggar kepentingan orang lain.
2. Prinsip tauhid mengajarkan bahwa
Allah adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedangkan hak yang dimiliki manusia
merupakan amana Allah yang harus di pertanggung jawabkan.
Perbuatan yang tergolong
ta’assuff isti’ malil haqq adalah sebagai berikut :
1. Apabila seseorang menggunakan haknya
melanggar hak orang lain atau menimbulkan kerugian terhadap orang lain.
Misalnya kewenangan dalam menggunakan hak rujuk dan hak wasiat.
2. Apabila seseorang melakukan
perbuatan yang tidak di syari’atkan dan tidak sesuai dengan tujuan kemaslahatan
yang ingin dicapai dengan penggunaan hak tersebut. Misalnya seseorang melakukan
nikah tahlil.
3. Apabila seseorang menggunakan haknya
tidak sesuai dengan tempatnya atau bertentangan dengan adat kebiasaan yang
berlaku serta menimbulkan mudharat pada orang lain. Misalnya menggunakan TV
tipe yang keras sekali sehingga dapat mengganggu ketentraman tetangga,kecuali
hal tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat.[8]
F. Kewajiban
Secara
etimologi kewajiban dari bahasa arab iltizam bermakna keharusan atau
kewajiban. Dalam kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan kewajiban berasal
dari kata wajib, berarti sesuatu yang harus dilakukan.
Multazim : pihak yang terbebani oleh
hak orang lain.
Multazam lahu / Shahibul Haqq :
pemilik hak.
Sedangkan
secara istilah syari’at kewajiban (iltizam)
adalah akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan
sesuatu, atau melakukan suatu perbuatan atau tidak bebruat sesuatu.
Adapun yang menjadi sumber iltizam
adalah sebagai berikut :
1. Akad
2. Kehendak sepihak (Iradah
Al-Munfaridah)
3. Perbuatan yang bermanfaat (Al-Fi’lu
Nafi’)
4. Perbuatan yang merugikan (Al-Fi’lu
Al- Daharr)
Dalam hukum islam
memberikan beberapa alternative pemenuhan iltizam antara lain :
1. Hawalah ialah pengalihan kewajiban
keharusan membayar hutang keada orang lain. Orang yang bersangkutan tidak
memunyai kemampuan untuk membayar hutang kemudian dilimahkan keada orang lain
dan kedua orang tersebut sepakat menanggung hutangnya keada orang yang
memberikan pinjaman.
2. Kafalah merupakan sebuah otoritas
kewenangan untuk melakukan penjaminan kepada pihak lain terhadap sesuatu hal
yang dibolehkan syari’at,[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
etimologi kata hak dari bahasa arab “haqq” yang mempunyai berbagai pengertian
dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara lain bermakna “kepastian” atau
“ketetapan” atau “kebenaran”. Pengertian hak secara terminology atau syari’at
yang diugkapkan oleh Zuhaily (1989:9) Juz IV mengungkapkan pengertian hak
dengan mengemukakan pendapat para ulama hak menurut ulama kontemporer Ali
Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh untuk dimiliki secara syar’i.
Pembagian
sebagai berikut : a. Hak Allah/Ilahiyah, adalah seluruh bentuk atau usaha yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah. b. Hak Insaniyah/Adami,
adalah hak-hak yang dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan seseorang. c. Hak
Bersama/Musytarakah, persekutuan hak antara hak Allah dan hak anak adam (hak
manusia). Macam-macam hak sebagai berikut :a. Hak Milik (Haq Al-Milkiyah)
ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Bole dia menggunakan,
mengambil manfaat, menghabiskannya, merusaknya, dan membinasakannya, dengan
syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain. b. Hak Guna (Haq
Al-Intifa’) ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan
hasilnya, yaitu hak menggunakan harta benda orang lain melalui sebab-sebab yang
dibenarkan oleh syari’at. c. Harta atas gadai (Haq Al-Istihan) ialah hak
yang diperoleh dari harta yang digadaikan. d. Hak menahan suatu benda (Haq
Al-Ihtibas) ialah hak menahan sesuatu benda. e. Hak menetap (Haq Qarar)
atas tanah wakaf. f. Hak kemanfaatan atas benda tidak bergerak (Haqq
Al-Irtifaq).
Sumber
– sumber hak itu ada lima yaitu : a. Syari’at, seperti ibadah yang dierintahkan.
b. Akad, seperti jusl beli, hibah, wakaf dalam pemindahan hak milik. c. Kehendak
pribadi, seperti nazar dan janji. d. Perbuatan yang bermanfaat, seperti
melunasi utang dan kredit orang lain. e. Perbuatan yang menimbulkan mudharat
pada orang lain, seperti mewajibkan orang membayar ganti rugi akibat kelalaian
menggunakan hak milik orang lain.
Islam
memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan
kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat islam. Atas dasar
prinsip ini pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat, seperti
menghamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam pandangan islam
perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa. Penggunaan
hak secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap
kepentingan orang lain atau masyarakat umum, dalam hukum islam disebut ta’assuff
isti’ malil haqq.
Dalam
ajaran islam masalah ta’assuff isti’ malil haqq merupakan perbuatan yang
tercela/haram, hal ini didasarkan pada dua pertimbangan : a. Pada prinsipnya
kebebasan dalam Islam tidak bebas secara mutlak, melainkan kebebasan yang
bertanggung jawab, yaitu kebebasan yang disertai hk dan tanggung jawab atas
terpeliharanya kepentingan orang lain. Pelaksanaan kebebasan secara mutlak
menimbulkan konsekwensi melanggar kepentingan orang lain. b. Prinsip tauhid
mengajarkan bahwa Allah adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedangkan hak
yang dimiliki manusia merupakan amana Allah yang harus di pertanggung jawabkan.
Adapun
yang menjadi sumber iltizam adalah sebagai berikut :a. Akad. b. Kehendak
sepihak (Iradah Al-Munfaridah). c. Perbuatan yang bermanfaat (Al-Fi’lu
Nafi’). d. Perbuatan yang merugikan (Al-Fi’lu Al- Daharr).
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi,
Ismail, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, Surabaya : Putra
Media Nusantara, 2010.
[1] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 71
[2] Ibid,
[3] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 72-74
[4] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 75-76
[5] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 80
[6] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 82
[7] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 82-88
[8] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 88-89
[9] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah
Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm. 90-92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar