Kamis, 22 Desember 2016

Makalah Fiqih Muamalah Kontemporer (SMT 3)



Teori Hak Dan Kewajiban
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu:
Dr. Khotib Sholeh, M.Ag


Disusun oleh :
Kelompok III

Fini Kartikawati                              (15053008)
Helda Nur Afikasari                        (15053009)

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
TAHUN 2016/2017



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nya dalam penyelesaian tugas makalah ini dalam bidang studi Fiqh Muamalah Kontemporer dengan tema “Teori Hak dan Kewajiban”
            Makalah ini disusun untuk dijadikan sebagai salah satu buku panduan bagi mahasiswa dan mahasiswi khususnya dalam mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer supaya mengetahui tentang Teori Hak dan Kewajiban.
Atas semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak H. M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Dr. Khotib Sholeh, M.Ag, selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer, dan tak lupa kepada teman-teman yang sudah mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
    



Lamongan, 15 Oktober 2016


Penyusun





DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................  i
Daftar Isi ..............................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .........................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah ....................................................................................  1
C.     Tujuan .......................................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Hak ...................................................................................  2
B.     Pembagian dan Macam-Macam Hak ........................................................  3
C.     Sumber-Sumber Hak ................................................................................  6
D.    Akibat Hukum Suatu Hak ........................................................................  6
E.     Pelanggaran Penggunaan Hak ..................................................................  7
F.      Kewajiban ................................................................................................  8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehiduan manusia. Ketika mereka berhubungan dengan oang lain, maka akan timbul hak dan kewajiban yang akan mengikat keduanya. Misalnya dalam jual beli, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban. Yakni hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban penjual untuk memberikan barang, serta hak penjual untuk menerima uang dan kewajiban pembeli untuk memberikan uang.
            Dalam makalah ini akan dibahas tentang teori hak dan kewajiban yang menguraikan tentang konsep hak dan kewajiban, pembagian dan macam-macam hak, akibat hukum suatu hak, pelanggaran hak dan kewajiban.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa konsep dasar hak?
2.      Apa saja pembagian dan macam-macam hak?
3.      Apa sumber-sumber hak?
4.      Apa akibat hukum suatu hak?
5.      Apa pelanggaran penggunaan hak?
6.      Apa yang dimaksud dengan kewajiban?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui konsep dasar hak
2.      Mengetahui pembagian dan macam-macam hak
3.      Mengetahui sumber-sumber hak
4.      Mengetahui akibat hukum suatu hak
5.      Mengetahui pelanggaran penggunaan hak
6.      Mengetahui yang dimaksud dengan kewajiban
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Hak
            Dalam kehidupan manusia hak dan kewajiban merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan timbal balik dalam sebuah traksasi. Hak salah satu  pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak lain, dan sabaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi yang lain. Keduanya secara syari’ah sama-sama diakui.
            Secara etimologi kata hak dari bahasa arab “haqq” yang mempunyai berbagai pengertian dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara lain bermakna “kepastian” atau “ketetapan” atau “kebenaran”.
Pengertian hak secara terminology atau syari’at yang diugkapkan oleh Zuhaily (1989:9) Juz IV mengungkapkan pengertian hak dengan mengemukakan pendapat para ulama hak menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh untuk dimiliki secara syar’i.[1]
            Menurut Mustafa Ahmad Zarqa, hak adalah sebuah keistimewaan yang dengannya syara’ menetakan sebuah kewenangan (otoritas) atau sebuah beban (taklif). Pendapat lain dikemukakan oleh Suhendi bahwa hak secara umum ialah sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syari’at untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.
            Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam dalam istilah ahli Ushul yaitu sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.[2]



B.     Pembagian dan Macam-Macam Hak
Pembagian menurut pendapat ulama’ ahli fiqh mengemukakan macam-macam hak, diuraikan secara terperinci sebagai berikut :
1.      Pembagian hak
Hak dilihat dari sudut pemilikan hak dibedakan dengan pembagian sebagai berikut dibawah ini :
a.       Hak Allah/Ilahiyah, adalah seluruh bentuk atau usaha yang dapat mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah.
b.      Hak Insaniyah/Adami, adalah hak-hak yang dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan seseorang.
c.       Hak Bersama/Musytarakah, persekutuan hak antara hak Allah dan hak anak adam (hak manusia).[3]
Hak ditinjau dari segi obyek dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.       Hak atas harta (Haqq Al-Maliyah) ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda, hak orang yang menyewakan terhadap penyewa atas benda yang disewakannya.
b.      Hak yang tidak terkait dengan benda (Haqq Ghair Maliyah), misalnya hak qishas, hak wanita atas tolak karena suaminya tidak memberikan nafkah.
Hak yang terkait dengan benda (haqq ghair mali), terbagi atas dua bagian yaitu :
1)      Hak perorangan (Hak As-Syakhshiyah), ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhada orang lain. Misalnya, hak seseorang atas hutang, hak seorang penitip atas barang yang dititipkan.
2)      Hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua, yaitu kewenangan yang ditetapkan oleh syari’at untuk seseorang atas benda, seperti hak milik.
Hak ‘aini dibedakan menjadi dua yaitu :
a)      Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu. Seperti hak milkiyah.
b)      Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.[4]
2.      Macam – Macam Hak
      Sedangkan hak harta benda (haqq ‘aini) ada bermacam-macam sebagai berikut dibawah ini :
a.       Hak Milik (Haq Al-Milkiyah) ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Bole dia menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusaknya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b.      Hak Guna (Haq Al-Intifa’) ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya, yaitu hak menggunakan harta benda orang lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh syari’at.
c.       Harta atas gadai (Haq Al-Istihan) ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan
d.      Hak menahan suatu benda (Haq Al-Ihtibas) ialah hak menahan sesuatu benda.
e.       Hak menetap (Haq Qarar) atas tanah wakaf.
f.       Hak kemanfaatan atas benda tidak bergerak (Haqq Al-Irtifaq) ialah hak yang berlaku atas suatu benda yang tidak bergerak untuk kepentingan benda yang tidak bergerak milik pihak lain.

      Hak ditinjau dari sudut segi murni dan tidak murni, dibedakan menjadi sebagai berikut :
a.       Hak Murni (Haqq Mujarrad) adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas aabila digugurkan dengan perdamaian atau pemanfaatan, misalnya dalam persoalan utang, jika pemberi utang menggugurkan utang tersebut dalam pengertian tidak menuntut pengembalian utang tersebut, maka hal itu tidak memberikan bekas sedikitun bagi yang berutang.
b.      Hak Tidak Murni (Haqq Ghairu Mujarrad) adalah suatu hak yang apabila di gugurkan atau di maafkan meninggalkan bekas kepada orang yang di maafkan, misalnya dalam hak qishas. Apabila ahli waris dari keluarga terbunuh memberikan maaf kepada pembunuh yang tadinya berhak dibunuh menjadi tidak berhak lagi. Hal ini berarti yang tadinya halal dibunuh menjadi haram karena dimaafkan dari ahli warisnya. Inilah yang dimaksud dengan berbekas atau berpengaruh pada yang di maafkan.

Hak dilihat dari sudut finansial dan non finansial sebagai berikut :
a.       Hak finansial adalah hak yang terkait dengan harta dan kemanfaatan, hak yang objeknya berupa harta atau manfaat. Seperti seorang penjual atas harga barang (uang) dan embeli atas objek transaksi (rumah, mobil).
b.      Hak non finansial adalah hak yang terkait dengan sesuatu selain harta, seperti hak qishas, hak untuk bebas, hak wanita untuk talak karena tidak diberi nafkah.[5]

Hak bila ditinjau dari kewenangan pengadilan dan kewenangan hakim dibedakan menjadi :
a.       Hak yang tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan (Haqq Ad-Diyani) adalah hak-hak yang pelaksanaannya tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan negara atau kehakiman. Misalnya dalam hal hutang atau transaksi lainnya yang tidak dapat dibuktikan di depan pengadilan.
b.      Hak kekuasaan kehakiman (Haqq Al-Qadlai) adalah seluruh hak yang tunduk di bawah aturan kekuasaan kehakiman sepanjang pemilik hak tersebut mamu menuntut dan membuktikan haknya di depan pengadilan.

C.    Sumber – Sumber Hak
Sumber – sumber hak itu ada lima yaitu :
1.      Syari’at, seperti ibadah yang dierintahkan
2.      Akad, seperti jusl beli, hibah, wakaf dalam pemindahan hak milik
3.      Kehendak pribadi, seperti nazar dan janji
4.      Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang dan kredit orang lain
5.      Perbuatan yang menimbulkan mudharat pada orang lain, seperti mewajibkan orang membayar ganti rugi akibat kelalaian menggunakan hak milik orang lain.[6]

D.    Akibat Hukum Suatu Hak
            Dalam islam ditentukan prinsip-prinsip hak baik yang berkaitan dengan pelindungan hak sesuai dengan azas keadilan. Dalam keadilan diperlukan kekuatan dan kekuasaan dalam memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan hak, maka pemilik hak dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi yang sepadan dengan haknya.
            Disisi lain islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat islam. Atas dasar prinsip ini pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat, seperti menghamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam pandangan islam perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa.
            Penggunaan hak secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap kepentingan orang lain atau masyarakat umum, dalam hukum islam disebut ta’assuff isti’ malil haqq.
Beberapa alternative tindakan apabila ta’assuff isti’ malil haqq benar-benar terjadi :
1.      Menghilangkan atau melenyapkan segala hal yang nyata telah menimbulkan madlarat kepada pihak lain, misalnya dengan menghentikan pembangunan atau merobohkan bangunan yang menghalangi pihak tetangga menggunakan haqq al-irtifaq mereka.
2.      Membayar ganti atau konpensasi (denda) sepadan dengan kerugian atau risiko yang diakibatkan oleh perbuatan ta’assuff isti’ malil haqq.
3.      Memberlkukan sanksi hukuman (ta’zir).
4.      Mengambil tindakan paksa terhadap pelaku untuk melakukan sesuatu agar kerugian atau resiko yang ditimbulkan cepat berakhir. Misalnya memaksa pelaku ihtikar menjual barang yang ditimbunnya.[7]

E.     Pelanggaran Penggunaan Hak
            Dalam ajaran islam masalah ta’assuff isti’ malil haqq merupakan perbuatan yang tercela/haram, hal ini didasarkan pada dua pertimbangan :
1.      Pada prinsipnya kebebasan dalam Islam tidak bebas secara mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu kebebasan yang disertai hk dan tanggung jawab atas terpeliharanya kepentingan orang lain. Pelaksanaan kebebasan secara mutlak menimbulkan konsekwensi melanggar kepentingan orang lain.
2.      Prinsip tauhid mengajarkan bahwa Allah adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedangkan hak yang dimiliki manusia merupakan amana Allah yang harus di pertanggung jawabkan.
Perbuatan yang tergolong ta’assuff isti’ malil haqq adalah sebagai berikut :
1.      Apabila seseorang menggunakan haknya melanggar hak orang lain atau menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Misalnya kewenangan dalam menggunakan hak rujuk dan hak wasiat.
2.      Apabila seseorang melakukan perbuatan yang tidak di syari’atkan dan tidak sesuai dengan tujuan kemaslahatan yang ingin dicapai dengan penggunaan hak tersebut. Misalnya seseorang melakukan nikah tahlil.
3.      Apabila seseorang menggunakan haknya tidak sesuai dengan tempatnya atau bertentangan dengan adat kebiasaan yang berlaku serta menimbulkan mudharat pada orang lain. Misalnya menggunakan TV tipe yang keras sekali sehingga dapat mengganggu ketentraman tetangga,kecuali hal tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat.[8]

F.     Kewajiban
            Secara etimologi kewajiban dari bahasa arab iltizam bermakna keharusan atau kewajiban. Dalam kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan kewajiban berasal dari kata wajib, berarti sesuatu yang harus dilakukan.
Multazim : pihak yang terbebani oleh hak orang lain.
Multazam lahu / Shahibul Haqq : pemilik hak.
            Sedangkan secara istilah syari’at kewajiban  (iltizam) adalah akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan suatu perbuatan atau tidak bebruat sesuatu.

Adapun yang menjadi sumber iltizam adalah sebagai berikut :
1.      Akad
2.      Kehendak sepihak (Iradah Al-Munfaridah)
3.      Perbuatan yang bermanfaat (Al-Fi’lu Nafi’)
4.      Perbuatan yang merugikan (Al-Fi’lu Al- Daharr)

Dalam hukum islam memberikan beberapa alternative pemenuhan iltizam antara lain :
1.      Hawalah ialah pengalihan kewajiban keharusan membayar hutang keada orang lain. Orang yang bersangkutan tidak memunyai kemampuan untuk membayar hutang kemudian dilimahkan keada orang lain dan kedua orang tersebut sepakat menanggung hutangnya keada orang yang memberikan pinjaman.
2.      Kafalah merupakan sebuah otoritas kewenangan untuk melakukan penjaminan kepada pihak lain terhadap sesuatu hal yang dibolehkan syari’at,[9]















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Secara etimologi kata hak dari bahasa arab “haqq” yang mempunyai berbagai pengertian dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara lain bermakna “kepastian” atau “ketetapan” atau “kebenaran”. Pengertian hak secara terminology atau syari’at yang diugkapkan oleh Zuhaily (1989:9) Juz IV mengungkapkan pengertian hak dengan mengemukakan pendapat para ulama hak menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh untuk dimiliki secara syar’i.
            Pembagian sebagai berikut : a. Hak Allah/Ilahiyah, adalah seluruh bentuk atau usaha yang dapat mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah. b. Hak Insaniyah/Adami, adalah hak-hak yang dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan seseorang. c. Hak Bersama/Musytarakah, persekutuan hak antara hak Allah dan hak anak adam (hak manusia). Macam-macam hak sebagai berikut :a. Hak Milik (Haq Al-Milkiyah) ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Bole dia menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusaknya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain. b. Hak Guna (Haq Al-Intifa’) ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya, yaitu hak menggunakan harta benda orang lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh syari’at. c. Harta atas gadai (Haq Al-Istihan) ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. d. Hak menahan suatu benda (Haq Al-Ihtibas) ialah hak menahan sesuatu benda. e. Hak menetap (Haq Qarar) atas tanah wakaf. f. Hak kemanfaatan atas benda tidak bergerak (Haqq Al-Irtifaq).
            Sumber – sumber hak itu ada lima yaitu : a. Syari’at, seperti ibadah yang dierintahkan. b. Akad, seperti jusl beli, hibah, wakaf dalam pemindahan hak milik. c. Kehendak pribadi, seperti nazar dan janji. d. Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang dan kredit orang lain. e. Perbuatan yang menimbulkan mudharat pada orang lain, seperti mewajibkan orang membayar ganti rugi akibat kelalaian menggunakan hak milik orang lain.
            Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat islam. Atas dasar prinsip ini pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat, seperti menghamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam pandangan islam perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa. Penggunaan hak secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap kepentingan orang lain atau masyarakat umum, dalam hukum islam disebut ta’assuff isti’ malil haqq.
            Dalam ajaran islam masalah ta’assuff isti’ malil haqq merupakan perbuatan yang tercela/haram, hal ini didasarkan pada dua pertimbangan : a. Pada prinsipnya kebebasan dalam Islam tidak bebas secara mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu kebebasan yang disertai hk dan tanggung jawab atas terpeliharanya kepentingan orang lain. Pelaksanaan kebebasan secara mutlak menimbulkan konsekwensi melanggar kepentingan orang lain. b. Prinsip tauhid mengajarkan bahwa Allah adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedangkan hak yang dimiliki manusia merupakan amana Allah yang harus di pertanggung jawabkan.
            Adapun yang menjadi sumber iltizam adalah sebagai berikut :a. Akad. b. Kehendak sepihak (Iradah Al-Munfaridah). c. Perbuatan yang bermanfaat (Al-Fi’lu Nafi’). d. Perbuatan yang merugikan (Al-Fi’lu Al- Daharr).




DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Ismail, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010.


[1] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 71
[2] Ibid,
[3] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 72-74
[4] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 75-76
[5] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 80
[6] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 82
[7] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 82-88
[8] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 88-89
[9] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 90-92





Tidak ada komentar:

Posting Komentar